PENERAPAN MODEL TIPE THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV DI SD 1 PIJI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Salah satu tujuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdapat
pada Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke IV adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa. Dengan kecerdasan kehidupan suatu bangsa akan mendorong suatu negara
menjadi lebih maju dan meningkatkan nilai-nilai kehidupan serta pembinaan
kehidupan yang lebih sempurna. Mencerdaskan kehidupan bangsa ini berhubungan
erat dengan pendidikan. Karena dengan pendidikan diharapkan mampu membuka
wawasan dan pengetahuan serta cara pandang suatu bangsa dalam proses
pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran suatu negara. Sebagaimana Ki
Hajar Dewantara (dalam Gandhi, 2011:64) “Pendidikan adalah upaya menuntun
segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai
masyarakat mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya”.
Selanjutnya, Gandhi (2011:64) menyatakan sebagai berikut.
Pendidikan
merupakan usaha yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan terencana (bertahap)
dalam meningkatkan potensi diri peserta didik dalam segala aspeknya menuju
terbentuknya kepribadian dan akhlak mulia dengan menggunakan media dan metode
yang tepat guna melaksanakan tugas hidupnya sehingga dapat mencapai keselamatan
dan kebahagiaan yang setinggi tingginya.
Pada dasarnya, pendidikan merupakan serangkaian peristiwa yang melibatkan
beberapa komponen penting, diantaranya: tujuan pendidikan, peserta didik,
pendidik, isi atau bahan, cara atau metode, dan situasi atau lingkungan. Sesuai
yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional bab III pasal 4 ayat 6 menyebutkan sebagai berikut.
Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa.
Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab (Trianto, 2011:1).
Pencapaian dari tujuan pendidikan nasional yang telah disebutkan tentunya
tidak mudah, peran serta para pelaku elemen pendidikan sangatlah berpengaruh
terhadap keberhasilan mutu pendidikan itu sendiri. Bahwasanya, guru sebagai
salah satu pelaku elemen pendidikan mempunyai andil besar dalam tercapainya
tujuan pendidikan nasional. Bukan hanya sebatas menuangkan sejumlah bahan
pelajaran kepada siswa di dalam kelas melainkan usaha yang disengaja untuk
membimbing dan membina siswa agar menjadi manusia yang sesuai dengan harapan
bangsa. Untuk itulah guru diharapkan mampun mengembangkan pengajaran yang lebih
inovatif dan keratif agar dapat meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran
terlebih dalam mata pelajaran matematika .
Ibrahim dan Suparni (2012:35) menyatakan Matematika merupakan ilmu
universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting
dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Departemen Pendidikan
Nasional menyatakan sebagai berikut.
Untuk menguasai
dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat
sejak dini. Sehingga mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua
peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama (2006:416).
Mata
pelajaran matematika yang diajarkan di sekolah terlebih lagi pada sekolah dasar
dijarkan dengan frekuensi jam pelajaran yang lebih banyak dibanding dengan mata
pelajaran lainnya. Akan tetapi banyak siswa yang merasa kurang mampu dalam mempelajari
matematika karena dianggap sulit sehingga minat untuk mempelajari kembali
matematika di luar sekolah menjadi kurang. Hal inilah yang menyebabkan kemampuan belajar
matematika masih tergolong rendah.
Dibuktikan
dengan hasil prestasi siswa Indonesia oleh TIMSS (Trends in International
Mathematics and Science Study) tahun 1999, 2003, 2007, dan 2011 pada 8th Grade
atau kelas 8. Prestasi matematika Indonesia masih menunjukkan skor yang rendah.
Skor rata-rata negara Indonesia masih jauh dari skor rata-rata negara yang
menjadi International Benchmarking. Di
kalangan Internasional peringkat yang didapatkan Indonesia adalah 34 (1999), 35
(2003), 37 (2007), dan 38 (2011).
Rendahnya
hasil belajar siswa tentunya disebabkan oleh berbagai faktor. Menurut Djamarah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa
antara lain.
Faktor internal (dalam diri siswa) dan faktor eksternal (luar diri
siswa). Adapun faktor internal antara lain: minat, motivasi, kemampuan dasar,
dan kemampuan kognitif. Faktor eksternal meliputi tenaga pendidik, metode
pembelajaran atau model pembelajaran yang dipakai oleh guru dalam mengajar,
kurikulum, sarana prasarana dan lingkungan. Hasil belajar dapat menggambarkan
pembelajaran tersebut berhasil atau tidak (2008:175).
Faktor internal
yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa salah satunya adalah kurangnya
perhatian siswa terhadap guru pada saat guru menjelaskan
tentang suatu materi. Siswa merasa bahwa matematika merupakan mata pelajaran
yang sulit dan membosankan sehigga siswa kurang
termotivasi untuk belajar. Kemudian, kurangnya kemampuan siswa dalam menerima
materi yang disampaikan oleh guru juga menjadi penyebab rendahnya motivasi belajar
siswa dan akan berdampak pada hasil belajar matematika siswa.
Faktor
eksternal yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah model atau metode atau
cara pembelajaran yang digunakan oleh guru. Pada dasarnya model pembelajaran yang kurang efektif menyebabkan tidak seimbangnya
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik, misalnya pembelajaran yang sifatnya ceramah konvensional akan menjadikan siswa tidak bisa mengeluarkan
kemampuan lain yang ada pada dirinya sehingga siswa kurang termotivasi, bosan ataupun jenuh dalam
pembelajaran. Model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru pada pembelajaran
matematika adalah model ceramah konvensional yang menuntut siswa untuk
mendengar materi yang dijelaskan oleh guru sehingga siswa cenderung pasif dan
kurang dilibatkan dalam pembelajaran Ketidaktepatan penggunaan model
pembelajaran matematika dapat menghambat pencapaian kemampuan dan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran matematika.
Hal inilah yang terjadi pada
siswa kelas IV SD 1 Piji Dawe Kudus. Hasil wawancara peneliti dengan guru kelas
IV SD 1 Piji pada tanggal 23 Januari 2014 menunjukkan bahwa pembelajaran
matematika yang dilakukan oleh guru kurang optimal. Guru sering kali menggunakan model pembelajaran klasikal yang bersifat ceramah secara terus menurus atau yang
sering dikatakan ceramah konvesional. Model pembelajaran yang diterapkan guru dalam pembelajaran mata pelajaran matematika kurang efektif dan beragam sehingga menyebabkan siswa
merasa jenuh dengan mata pelajaran matematika Terlebih siswa yang notabene kurang suka dengan materi
maupun mata pelajaran matematika itu sendiri. Selain itu, model pembelajaran
ceramah secara terus menerus menjadikan pemahaman siswa dalam menemukan konsep dasar cenderung kurang. Sehingga keaktifan siswa
dalam pembelajaran sangat kurang karena guru yang mendominasi pembelajaran.
Peneliti mengkaji lebih lanjut permasalahan tersebut, peneliti menemukan
keterkaitan permasalahan tersebut dengan hasil belajar siswa. Didasarkan pada
observasi yang dilakukan tanggal 23 Januari 2014 nilai rata-rata matematika
sebagian besar siswa belum memenuhi KKM. Dalam hal ini KKM yang dipakai oleh SD
1 Piji Dawe Kudus mata pelajaran matematika adalah 75. Nilai ulangan akhir semester
1 mata pelajaran matematika tahun ajaran 2013/2014 siswa yang memperoleh nilai
di bawah KKM sekitar 73.33% dari 30 siswa di kelas IV SD ini.
Hasil wawancara dengan beberapa siswa kelas IV SD 1 Piji pada tanggal 23
Januari 2014 juga menunjukkan bahwa mata pelajaran matematika dianggap sulit
dan membosankan. Model pembelajaran ceramah konvensional yang dilakukan guru
membuat siswa merasa jenuh terhadap materi sampai ke mata pelajaran yang
diajarkan. Siswa menjadi pasif terhadap pembelajaran yang berlangsung. Lebih
jauh mengakibatkan hasil belajar siswa menjadi rendah.
Salah satu materi yang sulit untuk dimengerti adalah materi penjumlahan dan
pengurangan pecahan. Padahal seyogyanya, pecahan merupakan salah satu pokok
bahasan dalam matematika yang implementasinya sering dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Banyak kejadian yang melibatkan materi pecahan, namun tidak jarang
dari siswa malah mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Hal ini terlihat
dari kurang terampilnya siswa dalam berhitung penjumlahan dan pengurangan
bilangan pecahan. Apalagi ketika bilangan pecahan tersebut memiliki penyebut
yang berbeda. Siswa terlihat kebingungan untuk mengerjakan soal tentang pecahan
dengan penyebut yang berbeda. Kebanyakan siswa lupa bahwa mereka harus
menyamakan penyebutnya terlebih dahulu agar dapat dilakukan penghitungan
terhadap soal pecahan tersebut. Sehingga permasalahan yang mendasar yaitu kurangnya
pemahan konsep pada suatu materi yang menjadikan siswa sering lupa dan
kebingungan dalam menyelesaikan masalah.
Hasil
wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru kelas IV SD 1 Piji pada tanggal
23 Januari 2014 menunjukkan bahwa hampir 15 dari 30 siswa kelas IV kurang paham
dengan materi pecahan terlebih dengan pecahan dengan penyebut yang tidak sama.
Nilai ulangan siswa yang memperoleh diatas KKM pada materi tersebut juga
cenderung sedikit. Kurang dari 20 siswa yang memperoleh nilai diatas KKM dan
selebihnya mendapat nilai dibawah KKM. Pada saat pembelajaran yang dilakukan
guru siswa terlihat saling tunjuk ketika menjumpai soal yang demikian pada saat
guru menyuruh siswa untuk maju menyelesaikan soal ke depan kelas dan kebanyakan
siswa masih salah menyelesaikan soal yang demikian.
Proses pemahaman konsep yang kuat akan memudahkan siswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan
akan tetapi proses tersebut tidak disadari oleh semua siswa. Siswa yang
bermotivasi belajar tinggi tentunya akan berusaha untuk belajar memahami materi
yang ada sebaliknya dengan siswa yang bermotivasi belajar sedang ataupun kurang.
Untuk itu, Masing-masing harus mulai diajak belajar untuk memahami materi untuk
menyelesaikan masalah dengan dorongan dari individu lainnya. Sehingga
diperlukannya pembelajaran berkelompok dengan tujuan agar semua siswa aktif
dalam pembelajaran. Apabila siswa bekerja secara berkelompok, maka upaya yang
dilakukan agar dapat diterima dalam kelompoknya yaitu dengan memberikan
kontribusi sesuai kemampuan yang dimiliki sehingga siswa dituntut untuk aktif
dalam pembelajaran. Aktivitas belajar siswa yang rendah menjadikan hasil
belajar siswa tergolong rendah begitupun sebaliknya.
Berdasarkan paparan yang telah disebutkan di atas,
peneliti perlu menindaklanjuti permasalahan tersebut yang berujung pada tindak
pemecahan masalah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengubah
sudut pandang guru bahwa mata pelajaran matematika tidak hanya dapat
tersampaikan kepada siswa dengan model pembelajaran ceramah konvensional
melainkan dengan model-model pembelajaran lain yang diharapkan meningkatkan
kemampuan siswa yang ditunjukkan dengan meningkatnya hasil belajar siswa.
Peneliti
menggunakan salah satu pembelajaran
dengan sistem pembelajaran kelompok yakni, “Cooperative
Learning” atau Pembelajaran Kooperatif. Menurut Huda (2012:32) Pembelajaran
kooperatif mengacu pada metode pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam
kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. Pembelajaran kooperatif
umumnya melibatkan kelompok yang terdiri dari 4 siswa dengan kemampuan yang
berbeda. Pembelajaran kooperatif yang mengharuskan
siswa berinteraksi antara siswa satu lainnya akan menjadikan pembelajaran
menjadi mudah dan menyenangkan. Tidak hanya itu, pembelajaran yang dilakukan
secara kooperatif juga akan meningkat hasil belajar siswa karena siswa dituntut
agar lebih dahulu mengetahui materi yang akan dipelajari agar siswa aktif dalam
pembelajaran.
Proses
pembelajaran kooperatif yang pada umumnya melibatkan beberapa siswa dengan
latar belakang yang berbeda untuk bekerja sama seyogyanya menjadikan salah satu
siswa akan mendominasi diskusi. Siswa yang tidak berani berpendapat maupun
siswa yang cenderung kurang pintar akan tersisih dan cenderung diam dalam
berdiskusi dan berakibat pada keaktifan siswa dalam pembelajaran.
Ibrahim menjelaskan alasan akibat dari pembelajaran kooperatif sebagai berikut.
Pembelajaran kooperatif mempunyai efek yang berarti terhadap penerimaan
yang luas terhadap keragaman, ras, budaya, dan agama, strata sosial, kemampuan
dan ketidakmampuan. Tidak dipungkiri dalam pembelajaran kelompok seyogyanya
dapat menjadikan salah seorang siswa dalam kelompok untuk tidak antusias dalam
pembelajaran karena didominasi siswa yang lain (dalam Trianto, 2011:60).
Untuk mengurangi hal tersebut maka diperlukan pembelajaran
kooperatif yang dapat lebih menumbuhkan keaktifan siswa dalam pembelajaran
tanpa mengurangi substansi dari pembelajaran kooperatif. Masing-masing siswa
dituntut mengembangkan pemikirannya dalam memahami konsep dan materi pelajaran
matematika. Oleh sebab itu, diperlukan model pembelajaran yang menuntut siswa
untuk berpartisipasi penuh dalam diskusi. Siswa yang jarang atau bahkan tidak
pernah berbicara di depan kelas dapat mengeluarkan ide atau jawabannya kepada
salah seorang teman lainnya. Dengan demikian akan memperkecil kemungkinan siswa
yang pintar akan mendominasi jalannya diskusi karena masing-masing siswa
dituntut untuk memahami materi yang diajarkan untuk dapat didiskusikan dengan
kelompoknya dan dengan teman sekelasnya. Sehingga dalam penelitian ini peneliti menggunakan pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Share.
Arends berpendapat mengenai pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share sebagai berikut.
Think pair
share merupakan suatu cara yang
efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa
semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas
secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat memberi siswa lebih banyak waktu untuk
berpikir, untuk merespons dan saling membantu (dalam Trianto, 2011:132).
Penelitian yang dilakukan oleh Juniari, dkk (2013) yang berjudul “Pengaruh
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Terhadap Hasil Belajar Perkalian Dan
Pembagian Pecahan Pada Siswa Kelas V SD”. Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan hasil belajar perkalian dan
pembagian pecahan pada siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe TPS dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
konvensional (t hitung = 2,116 > t
tabel = 1,67). Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPS berpengaruh signifikan
terhadap hasil belajar perkalian dan pembagian pecahan pada siswa kelas V SDN
Gugus 5 Puhu Gianyar Tahun Pelajaran 2012/2013.
Mengingat betapa pentingnya mata pelajaran matematika bagi kehidupan
masyarakat maupun bagi berkembangnya ilmu pengetahuan dengan mempertimbangkan
tujuan dalam jangka pendek maupun jangka panjang, diperlukan adanya suatu model
maupun pendekatan pembelajaran yang diharapkan nantinya dapat menumbuhkan
motivasi belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika sebagai mata
pelajaran yang menyenangkan dan menantang serta tidak membosankan. Oleh karena
itu perlu pengemasan model dan pendekatan pembelajaran yang menarik sehingga
siswa lebih aktif belajar dan mendapat pengalaman langsung dari proses
belajarnya yang akhirnya dapat mempengaruhi hasil belajar siswa itu sendiri.
Dari permasalahan yang telah dijelaskan di atas maka peneliti akan
melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul “Penerapan Model Think Pair Share untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV di SD 1 Piji”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat
dirumuskan rumusan masalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimanakah penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi penjumlahan dan pengurangan
pecahan di SD 1 Piji kelas IV tahun ajaran 2013/2014?
2.
Bagaimanakah penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe Think
Pair Share (TPS) dapat meningkatkan akivitas belajar matematika siswa materi penjumlahan dan pengurangan pecahan di SD 1 Piji kelas IV tahun
ajaran 2013/2014?
3.
Bagaimanakah penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan keterampilan guru dalam
mengeloa pembelajaran matematika materi
penjumlahan dan pengurangan pecahan di SD 1 Piji kelas IV tahun ajaran
2013/2014?
1.3
Tujuan Penelitian
Setelah memahami pemaparan tentang permasalahan di atas dan
poin-poin pada rumusan masalah, maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe
Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan
hasil belajar matematika materi penjumlahan dan pengurangan pecahan di SD 1
Piji kelas IV tahun ajaran 2013/2014.
2. Penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe
Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa materi penjumlahan dan pengurangan pecahan di SD 1 Piji kelas IV tahun
ajaran 2013/2014.
3. Penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran matematika materi penjumlahan dan pengurangan
pecahan di SD 1 Piji kelas IV tahun ajaran 2013/2014.
1.4
Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan
Teoritis
Secara
teoritis penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan terhadap model
pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share (TPS) untuk
meningkatkan hasil belajar matematika materi penjumlahan dan pengurangan
pecahan di SD 1 Piji kelas IV tahun ajaran 2013/2014.
1.4.2 Kegunaan
Praktis
1.4.2.1
Bagi Siswa
1)
Menumbuhkan motivasi belajar siswa, khususnya pada mata pelajaran matematika
2)
Meningkatkan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran matematika.
1.4.2.2
Bagi Guru
1)
Menambah kualitas pembelajaran
yang dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).
2)
Mempermudah guru dalam
mengembangkan kompetensi yang dimiliki siswa, baik kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
3)
Guru termotivasi untuk
menciptakan situasi pembelajaran yang lebih menyenangkan.
1.4.2.3
Bagi Sekolah
1)
Memberikan perkembangan demi
perbaikan proses pembelajaran.
2)
Terciptanya suasana kelas yang
kondusif, efektif serta menyenangkan sehingga suasana lebih nyaman dalam
belajar.
1.4.2.4
Bagi Peneliti
1)
Peneliti dapat menganalisa dan
mengembangkan praktek pembelajaran Matematika dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share.
2)
Peneliti memperoleh pengalaman di lapangan tentang
pembelajaran Matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share di sekolah dasar.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian
Batasan ruang lingkup penelitian
ini sebagai
berikut.
1.
Fokus
permasalahan dalam
penelitian tindakan kelas ini yaitu peningkatan hasil
belajar siswa.
2.
Penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Think Pair Share (TPS).
3.
Penelitian
ditujukan pada siswa kelas IV semester II SD 1 Piji Dawe Kudus tahun ajaran 2013/2014.
4.
Penelitian ini dibatasi pada materi pecahan pada standar
kompetensi 6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah kompetensi dasar 6.3
Menjumlahkan pecahan dan 6.4 mengurangkan pecahan
1.6 Definisi
Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam
melaksanakan kegiatan penelitian ini, maka dapat penulis jelaskan terlebih dahulu istilah-istilah yang
terkandung dalam judul peneitian. Pemaparannya yaitu sebagai berikut.
1.6.1
Pembelajaran kooperatif dengan tipe Think Pair Share (TPS)
Pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
digunakan untuk mengembangkan model pembelajaran kooperatif yang diterapkan
agar siswa tidak merasa jenuh dengan model-model pembelajaran yang bersifat
diskusi. Dalam Think Pair Share (TPS)
guru dapat mengajukan pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran
dalam kelompok (Think atau Berfikir). Selanjutnya, siswa akan
berpikir secara berpasangan dalam mencari jawaban dari pertanyaan guru tersebut
sebelum menyatukan jawaban dalam satu kelompok (Pair atau
Berpasangan). Terakhir kelompok mempresentasikan hasil diskusi di depan
kelompok lain (Share atau Berbagi).
1.6.2
Hasil belajar Matematika
Hasil belajar
merupakan perolehan dari proses tindak belajar siswa yang menunjukkan suatu
perubahan tingkah laku baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang secara
keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman dari dirinya sendiri dengan
lingkungannya. Matematika adalah
mata pelajatan yang mengkaji dalam berbagai bidang diantaranya, bidang teori
bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit yang
berfungsi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa mendatang.
Hasil belajar matematika adalah perolehan dari proses pembelajaran siswa pada
mata pelajaran matematika. Dalam penelitian ini peneliti mengkaji bidang teori
bilangan yang dikhususkan pada materi penjumlahan dan pengurangan pecahan.
1.6.3
Pecahan
Pecahan adalah
bilangan rasional yang tidak utuh yang terbagi menjadi dua bagian yaitu
pembilang dan penyebut. Penelitian ini peneliti memfokuskan pada materi penjumlahan
dan pengurangan pecahan yang terdapat dalam SK 6 (Menggunakan pecahan dalam
pemecahan masalah) dan KD 6.3 (Menjumlahkan pecahan) serta KD 6.4 (Mengurangkan
pecahan) di kelas IV Sekolah Dasar.
Comments
Post a Comment